Dalam memperingati Hari Museum internasional 2011, hari ini 18 Mei 2011, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi DKI Jakarta untuk kali ke tiga, menyelenggarakan Festival Museum Day 2011. Hari Museum Internasional ini telah ditetapkan oleh ICOM (International Council of Museum) sejak 1977.
Serangkaian acara Festival bertema “Museum and Memory” di Indonesia dipusatkan di Taman Fatahillah, Kawasan Kota, Jakarta Barat, mulai dari pukul 09:00 hingga 18:00 WIB. Acara ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat umum terutama kaum muda agar lebih mengenal dan mencintai museum.
Indonesia setelah suksesnya program Visit Indonesia Year yang telah meningkatkan kepariwisataan Indonesia, di tahun 2010 Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata akan melaksanakan program yang lebih optimis lagi antara lain Tahun Kunjung Museum yang memiliki peranan strategis sebagai wahana penguat program Revitalisasi Museum.
Museum sebagai media yang universal untuk pelestarian warisan budaya, wahana pembelajaran masyarakat, serta objek wisata yang edukatif, perlu didorong agar menjadi dinamis serta dapat melayani masyarakat dengan memadai. Indonesia juga dikenal memiliki keragaman aset budaya dan tradisi yang sangat menarik serta bervariasi. Dengan adanya program Tahun Kunjung Museum tersebut, diharapkan dapat mengubah citra dan “wajah” museum Indonesia menjadi lebih menarik dan lebih prima sehingga dapat turut meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Indonesia.
Tahun Kunjung Museum merupakan sebuah momentum awal untuk memulai Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM). Dengan adanya program GNCM tersebut diharapkan pada 2014 akan terwujud museum Indonesia yang menarik dan informatif serta mampu memenuhi kebutuhan masyarakat.
Semoga program Gerakan Nasional Cinta Museum melalui Tahun Kunjung Museum akan berjalan dengan sukses dan mencapai hasil sesuai dengan perencanaannya sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap warisan budaya bangsa serta menyejahterakan masyarakat Indonesia.
Pengertian tentang museum dari zaman ke zaman selalu berubah. Hal ini disebabkan museum senantiasa mengalami perubahan tugas dan kewajibannya. Museum merupakan suatu gejala sosial atau kultural dan mengikuti sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan yang menggunakan museum itu sebagai prasarana sosial atau kebudayaan.
Museum berakar dari kata Latin museion, yaitu kuil untuk sembilan dewi Muse, anak-anak Dewa Zeus yang tugas utamanya adalah menghibur. Dalam perkembangannya museion menjadi tempat kerja ahli-ahli pikir zaman Yunani kuna, seperti Pythagoras dan Plato. Mereka menganggap museion adalah tempat penyelidikan dan pendidikan filsafat, sebagai ruang lingkup ilmu dan kesenian. Dengan kata lain tempat pembaktian diri terhadap ke sembilan Dewi Muse tadi. Museum yang tertua sebagai pusat ilmu dan kesenian terdapat di Iskandarsyah.
Lama-kelamaan gedung museum tersebut, yang pada mulanya tempat pengumpulan benda-benda dan alat-alat yang diperlukan bagi penyelidikan ilmu dan kesenian, berubah menjadi tempat mengumpulkan benda-benda yang dianggap aneh. Perkembangan ini meningkat pada abad pertengahan. Kala itu yang disebut museum adalah tempat benda-benda pribadi milik pangeran, bangsawan, para pencipta seni dan budaya, serta para pencipta ilmu pengetahuan. Kumpulan benda (koleksi) yang ada mencerminkan minat dan perhatian khusus pemiliknya.
Benda-benda hasil seni rupa ditambah benda-benda dari luar Eropa merupakan modal yang kelak menjadi dasar pertumbuhan museum-museum besar di Eropa. “Museum” ini jarang dibuka untuk masyarakat umum karena koleksinya menjadi ajang prestise dari pemiliknya dan biasanya hanya diperlihatkan kepada para kerabat atau orang-orang dekat. Museum juga pernah diartikan sebagai kumpulan ilmu pengetahuan dalam karya tulis seorang sarjana. Ini terjadi di zaman ensiklopedis yaitu zaman sesudah Renaissance di Eropa Barat, ditandai oleh kegiatan orang-orang untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan mereka tentang manusia, berbagai jenis flora maupun fauna serta tentang bumi dan jagat raya di sekitarnya. Gejala berdirinya museum tampak pada akhir abad ke-18 seiring dengan perkembangan pengetahuan di Eropa. Negeri Belanda yang merupakan bagian dari Eropa dalam hal ini juga tidak ketinggalan dalam upaya mendirikan museum.
Perkembangan museum di Belanda sangat mempengaruhi perkembangan museum di Indonesia. Diawali oleh seorang pegawai VOC yang bernama G.E. Rumphius yang pada abad ke-17 telah memanfaatkan waktunya untuk menulis tentang Ambonsche Landbeschrijving yang antara lain memberikan gambaran tentang sejarah kesultanan Maluku, di samping penulisan tentang keberadaan kepulauan dan kependudukan. Memasuki abad ke-18 perhatian terhadap ilmu pengetahuan dan kebudayaan, baik pada masa VOC maupun Hindia-Belanda, makin jelas. Pada 24 April 1778 berdiri Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Lembaga tersebut berstatus setengah resmi, dipimpin oleh dewan direksi. Pasal 3 dan 19 Statuten pendirian lembaga tersebut menyebutkan bahwa salah satu tugasnya adalah memelihara museum yang meliputi: pembukuan (boekreij); himpunan etnografis; himpunan kepurbakalaan; himpunan prehistori; himpunan keramik; himpunan muzikologis; himpunan numismatik, pening dan cap-cap; serta naskah-naskah (handschriften), termasuk perpustakaan.
Lembaga tersebut mempunyai kedudukan penting bukan saja sebagai perkumpulan ilmiah, tetapi juga karena para anggota pengurusnya terdiri dari tokoh-tokoh penting dari lingkungan pemerintahan, perbankan dan perdagangan. Yang menarik dalam pasal 20 Statuten menyatakan bahwa benda yang telah menjadi himpunan museum atau Genootschap tidak boleh dipinjamkan dengan cara apapun kepada pihak ketiga dan anggota-anggota atau bukan anggota untuk dipakai atau disimpan, kecuali mengenai perbukuan dan himpunan naskah-naskah (handschiften) sepanjang peraturan membolehkan.
Pada waktu Inggris mengambil alih kekuasan dari Belanda, Raffles sendiri yang langsung mengepalai Batavia Society of Arts and Sciences. Kegiatan perkumpulan itu tidak pernah berhenti, bahkan Raffles memberi tempat yang dekat dengan istana Gubernur Jendral yaitu di sebelah Harmoni (Jl. Majapahit No. 3 sekarang).
Selama kolonial Inggris nama lembaga diubah menjadi Literary Society. Namun ketika Belanda berkuasa kembali, diganti pada nama semula, Bataviaasch Genootschap Van Kunsten en Watenschappen dan memusatkan perhatian pada ilmu kebudayaan, terutama ilmu bahasa, ilmu sosial, ilmu bangsa-bangsa, ilmu purbakala, dan ilmu sejarah. Sementara itu, perkembangan ilmu pengetahuan alam mendorong berdirinya lembaga-lembaga lain. Di Batavia anggota lembaga bertambah terus, perhatian di bidang kebudayaan berkembang dan koleksi meningkat jumlahnya, sehingga gedung di Jl. Majapahit menjadi sempit. Pemerintah kolonial Belanda membangun gedung baru di Jl. Merdeka Barat No. 12 pada 1862. Karena lembaga tersebut sangat berjasa dalam penelitian ilmu pengetahuan, maka pemerintah Belanda memberi gelar “Koninklijk Bataviaasche Genootschap Van Kunsten en Watenschappen”. Lembaga yang menempati gedung baru tersebut telah berbentuk museum kebudayaan yang besar dengan perpustakaan yang lengkap (sekarang Museum Nasional).
Sejak pendirian Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen untuk pengisian koleksi museumnya telah diprogramkan antara lain berasal dari koleksi benda-benda bersejarah dan kepurbakalaan baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat. Semangat itu telah mendorong untuk melakukan upaya pemeliharaan, penyelamatan, pengenalan bahkan penelitian terhadap peninggalan sejarah dan purbakala. Kehidupan kelembagaan tersebut sampai masa Pergerakan Nasional masih aktif bahkan setelah Perang Dunia I. Masyarakat setempat didukung Pemerintah Hindia Belanda menaruh perhatian terhadap pendirian museum di beberapa daerah di samping yang sudah berdiri di Batavia, seperti Lembaga Kebun Raya Bogor yang terus berkembang di Bogor. Von Koenigswald mendirikan Museum Zoologi di Bogor pada 1894. Lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang bernama Radyapustaka (sekarang Museum Radyapustaka) didirikan di Solo pada 28 Oktober 1890, Museum Geologi didirikan di Bandung pada 16 Mei 1929, lembaga bernama Yava Instituut didirikan di Yogyakarta pada 1919 dan dalam perkembangannya pada 1935 menjadi Museum Sonobudoyo. Mangkunegoro VII di Solo mendirikan Museum Mangkunegoro pada 1918. Ir. H. Maclaine Pont mengumpulkan benda purbakala di suatu bangunan yang sekarang dikenal dengan Museum Purbakala Trowulan pada 1920. Pemerintah kolonial Belanda mendirikan Museum Herbarium di Bogor pada 1941.
Di luar Pulau Jawa, atas prakarsa Dr.W.F.Y. Kroom (asisten residen Bali) dengan raja-raja, seniman dan pemuka masyarakat, didirikan suatu perkumpulan yang dilengkapi dengan museum yang dimulai pada 1915 dan diresmikan sebagai Museum Bali pada 8 Desember 1932. Museum Rumah Adat Aceh didirikan di Nanggroe Aceh Darussalam pada 1915, Museum Rumah Adat Baanjuang didirikan di Bukittinggi pada 1933, Museum Simalungun didirikan di Sumatera Utara pada 1938 atas prakarsa raja Simalungun.
Sesudah kemerdekaan Indonesia 1945 keberadaan museum diabadikan pada pembangunan bangsa Indonesia. Para ahli bangsa Belanda yang aktif di museum dan lembaga-lembaga yang berdiri sebelum 1945, masih diizinkan tinggal di Indonesia dan terus menjalankan tugasnya. Namun di samping para ahli bangsa Belanda, banyak juga ahli bangsa Indonesia yang menggeluti permuseuman yang berdiri sebelum 1945 dengan kemampuan yang tidak kalah dengan bangsa Belanda.
Memburuknya hubungan Belanda dan Indonesia akibat sengketa Papua Barat mengakibatkan orang-orang Belanda meninggalkan Indonesia, termasuk orang-orang pendukung lembaga tersebut. Sejak itu terlihat proses Indonesianisasi terhadap berbagai hal yang berbau kolonial, termasuk pada 29 Februari 1950 Bataviaach Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang diganti menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (LKI). LKI membawahkan dua instansi, yaitu museum dan perpustakaan. Pada 1962 LKI menyerahkan museum dan perpustakaan kepada pemerintah, kemudian menjadi Museum Pusat beserta perpustakaannya. Periode 1962-1967 merupakan masa sulit bagi upaya untuk perencanaan mendirikan Museum Nasional dari sudut profesionalitas, karena dukungan keuangan dari perusahaan Belanda sudah tidak ada lagi. Di tengah kesulitan tersebut, pada 1957 pemerintah membentuk bagian Urusan Museum. Urusan Museum diganti menjadi Lembaga Urusan Museum-Museum Nasional pada 1964, dan diubah menjadi Direktorat Museum pada 1966. Pada 1975, Direktorat Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman.
Pada 17 September 1962 LKI dibubarkan, Museum diserahkan pada pemerintah Indonesia dengan nama Museum Pusat di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Kebudayaan. Museum Pusat diganti namanya menjadi Museum Nasional pada 28 Mei 1979.
Penyerahan museum ke pemerintah pusat diikuti oleh museum-museum lainnya. Yayasan Museum Bali menyerahkan museum ke pemerintah pusat pada 5 Januari 1966 dan langsung di bawah pengawasan Direktorat Museum. Begitu pula dengan Museum Zoologi, Museum Herbarium, dan museum lainnya di luar Pulau Jawa mulai diserahkan kepada pemerintah Indonesia. Sejak museum-museum diserahkan ke pemerintah pusat, museum semakin berkembang. Bahkan museum baru pun bermunculan, baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh yayasan-yayasan swasta.
Perubahan politik akibat gerakan reformasi yang dipelopori oleh para mahasiswa pada 1998, telah mengubah tata negara Republik Indonesia. Perubahan ini memberikan dampak terhadap permuseuman di Indonesia. Direktorat Permuseuman diubah menjadi Direktorat Sejarah dan Museum di bawah Departemen Pendidikan Nasional pada 2000. Pada 2001, Direktorat Sejarah dan Museum diubah menjadi Direktorat Permuseuman. Susunan organisasi diubah menjadi Direktorat Purbakala dan Permuseuman di bawah Badan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata pada 2002. Direktorat Purbakala dan Permuseuman diubah menjadi Asdep Purbakala dan Permuseuman pada 2004. Akhirnya pada 2005, dibentuk kembali Direktorat Museum di bawah Direktorat Jenderal Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. (Tim Direktorat Museum). Berikut ini museum-museum yang ada di Indonesia dan mancanegara :
- Indonesian Heritage Society
- Museum Affandi Yogyakarta
- Museum Agung Rai Bali
- Museum Antonio Blanco Bali
- Museum Asia Afrika Jawa Barat
- Museum Asmat TMII
- Museum Bank Indonesia
- Museum Basoeki Abdullah
- Museum Batik Danar Hadi
- Museum Batik Pekalongan
- Museum dan Galeri Rahmat
- Museum Desain Grafis Indonesia
- Museum Dirgantara Mandala Yogyakarta
- Museum Geologi Bandung
- Museum Indonesia
- Museum Indonesia TMII
- Museum Istiqlal TMII
- Museum Katedral Jakarta
- Museum Keprajuritan TMII
- Museum Komodo TMII
- Museum Lambung Mangkurat
- Museum Layang-layang
- Museum Le Mayeur
- Museum Listrik TMII
- Museum Lukisan S. Sudjojono
- Museum Minyak dan Gas Bumi TMII
- Museum Mpu Tantular Jawa Timur
- Museum Nasional Indonesia
- Museum Neka Bali
- Museum Olahraga TMII
- Museum Penerangan TMII
- Museum Perangko Indonesia
- Museum Perangko TMII
- Museum Polri Jakarta
- Museum Puri Lukisan Ubud
- Museum Pusaka Nias
- Museum Pusaka TMII
- Museum Rekor Indonesia (MURI)
- Museum Rudana Bali
- Museum Serangga TMII
- Museum Sumpah Pemuda
- Museum TB Silalahi
- Museum Telekomunikasi TMII
- Museum Timor Timur TMII
- Museum Transportasi TMII
- Museum Ullen Sentalu Yogyakarta
- Museum Wayang Jakarta
- Museum-museum di Jawa Timur
- Wisata Museum
Museum di Mancanegara
- Jabatan Muzium Malaysia
- Lembaga Smithsonian
- Museum Afrika di Belgia
- Museum Andy Warhol Pittsburgh
- Museum Animasi Ghibli Kyoto
- Museum Anne Frank
- Museum Antropologi Kanada
- Museum Arkeologi Otzi
- Museum Auckland Selandia Baru
- Museum Auschwitz-Birkenau
- Museum Australia
- Museum Ava Gardner
- Museum Bahari Siam
- Museum Bishop Hawaii
- Museum Boerhaave Belanda
- Museum Botani Berlin
- Museum Cedar Hill Texas
- Museum Charles Dickens
- Museum d'Orsay Prancis
- Museum Desain London
- Museum di Cina
- Museum di Jepang (1)
- Museum di Jepang (2)
- Museum di Malaysia
- Museum di Meksiko
- Museum di Paris
- Museum Diego Rivera
- Museum Dublin
- Museum Gigi
- Museum Guernsey
- Museum Guggenheim New York
- Museum Hermitage Rusia
- Museum Holburne
- Museum Holocaust AS
- Museum Hotel Cappadocia
- Museum HR Giger
- Museum Ilmu Pengetahuan Alamiah Belgia
- Museum Iptek Bradbury
- Museum Iptek Franklin
- Museum Iptek Koshland
- Museum Jack Kirby
- Museum Jam Tangan
- Museum Kampa Ceko
- Museum Kesenian Boston
- Museum Komunisme
- Museum Konstitusi
- Museum Leonardo da Vinci
- Museum Lilin Madame Tussaud
- Museum London
- Museum Louvre Prancis
- Museum Madame Tussauds New York
- Museum Mainan Essex
- Museum Mainan London
- Museum Mainan Malaysia
- Museum Maluku Belanda
- Museum Manga Kyoto
- Museum Memorial Perang Belgia
- Museum Mesin Tik AS
- Museum Mesir di Berlin
- Museum Mesir di Italia
- Museum Mesir Rameses I
- Museum Mesir San Jose
- Museum Mistik Afrika
- Museum Mitologi dan Fabel
- Museum Mobil
- Museum Mobil Mini
- Museum Nasional Irak
- Museum Nasional Korea
- Museum Nasional Meksiko
- Museum Nasional Seni Afrika
- Museum Nasional Singapura
- Museum Nasional Skotlandia
- Museum Nasional Taiwan
- Museum Nicholas Roerich
- Museum Nobel
- Museum Norman Rockwell
- Museum Obat Terlarang Amsterdam
- Museum of Modern Art New York
- Museum Pallus Islandia
- Museum Pelabuhan Laut AS
- Museum Perang Arnhem
- Museum Porsche
- Museum Rambrandt Belanda
- Museum Salvador Dali
- Museum Sejarah Alam San Diego
- Museum Sejarah Komputer
- Museum Sejarah Makanan
- Museum Sejarah Yoyo
- Museum Selandia Baru Te Papa
- Museum Seni Afrika
- Museum Seni Harvard
- Museum Seni Virginia
- Museum Sepeda Motor
- Museum Serdadu Wanita Virginia
- Museum Sherlock Holmes Inggris
- Museum Sosial
- Museum Survei Virtual
- Museum Televisi
- Museum The Beatles
- Museum Toilet India
- Museum Tropen Belanda
- Museum Vatikan
- Museum Video Game
- Museum Virtual (Arsip)
- Museum Virtual Internasional
- Museum Virtual Irak
- Museum Virtual Jepang
- Museum Virtual Mesir (1)
- Museum Volkenkunde, Leiden
- Museum Volvo
- Museum Wimbledon
- Rijks Museum Belanda
- The British Museum
- The Global Egyptian Museum
- The Lace Museum
( diolah dari berbagai sumber )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar